Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung Pr disorot karena dinilai tidak punya sikap jelas terkait rencana penambangan di Lembata. Berikut wawancara singkat Kontributor HIDUP Valens DL dengan Mgr Frans di Jakarta, Rabu 14/11.
Masyarakat berharap Gereja berpihak kepada masyarakat?
Perlu ditanyakan secara jelas rencana dari penambangan itu dan apa kemauan pemerintah. Kalau jelas-jelas merugikan tolaklah. Tapi kalau ruang untuk duduk berbicara belum tercapai, itu menjadi kesulitan. Kelompok pro dan kontra akan membentuk opininya masing-masing. Memang harus ada ruang untuk orang duduk bersama. Masyarakat harus terlibat dengan memberikan pikiran, mendengarkan kecemasan mereka. Apabila penambangan tidak memperhatikan keinginan masyarakat bahkan merugikan, masyarakat punya hak untuk menolak.
Dalam duduk bersama hal-hal konrit apa yang mau dicapai?
Sebelum sampai kesepakatan kita harus mengerti apa soal sebenarnya. Duduk saling mendengarkan kecemasan, tuntutan, berpikir mau mempertemukan, tidak hanya investigasi. Saya punya prinsip bahwa soal ini mesti orang Lembata yang berperan karena terjadi di Lembata. Masyarakat Lembata harus mencari jalan untuk menyelesaikan.
Bagaimana Gereja meninjaklanjuti dialog itu?
Memang sekelompok masyarakat Leragere meminta saya untuk memediasi. Saya bilang saya mohon maaf. Di Keuskupan ada komisi-komisi yang membantu saya. Mereka yang mencari jalan bagaimana memecahkan persoalan. Saya berkeberatan sebagai uskup untuk memediasi karena bisa saja orang salah tafsir. Dan peranan uskup itu kalau nanti dilihat tidak mendukung pihak tertentu atau pihak lain, uskup akan dinilai tidak objektif atau tidak berpihak.
Sumber: Majalah HIDUP Jakarta, 9 Desember 2007
No comments:
Post a Comment