Monday, March 10, 2008

Menyelamatkan Bumi Lembata

Masyarakat Lembata dapat mengelola alam! Mereka juga menolak kerja sama antara pemerintah dan investor yang memperkosa alam.

HAL itu ditegaskan Direktur Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC-OFM Indonesia) Pastor Peter Canisius Aman OFM dalam diskusi bertema Membongkar Mitos Kesejahteraan Rakyat di Balik usaha-usaha Pertambangan: Menyoroti Kasus Penolakan Masyarakat Lembata, NTT terhadap Industri Pertambangan di Gedung Jakarta Media Center, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Sabtu 1/3.

Selain Pastor Aman, diskusi yang diadakan JPIC-OFM Indonesia ini menghadirkan pembicara pendamping masyarakat Lembata Pastor Vande Raring SVD, Andi Armansyah dan Syahrul Isman dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), pemangku adat Lembata Abu Samah dan Philipus Muda, ahli pertambangan dan energi Hendro Sangkoyo, praktisi hukum dan pertambangan Eddy Danggur, peneliti dan dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta George J Aditjondro, serta Direktur Parrhesia Institute Boni Hargens.

Lebih jauh, Pastor Aman mengatakan, kegelisahan dan kecemasan masyarakat Lembata adalah kegelisahan dan kecemasan Gereja. JPIC pun bertekad mengadvokasi masyarakat dan menolak rencana pertambangan di lahan seluas 91.565 hektar. “Peran masyarakat telah diabaikan, masa depan anak-anak digadaikan, dan ekologi akan dirusak,” tegasnya.

Pastor Vande menilai, pemerintah daerah tidak membuka konsultasi publik dengan masyarakat, terutama para pemilik hak tanah. “Investor hanya menyinggung dampak positif tambang, tanpa melihat dampat negatif bagi ekosistem, budaya, kesehatan, sosial, dan ekonomi,” tegasnya.

Diskui ini juga mengupas upaya-upaya untuk mempertahankan Lembata dari cengkeraman kapital industri, baik dari segi yuridis, kedaulatan, serta wewenang negara. Beberapa peserta diskusi mengusulkan agar JPIC mengupayakan mediasi dan mengusulkan alternatif potensi selain tambang, seperti bunga matahari, panas bumi, dan perikanan yang merupakan kekayaan Bumi Lembata.

Pemangku adat Abu Samah menolak tanah nenek moyangnya dieksplorasi. “Saya akan berjuang tanpa kekerasan,” tegasnya. (Veronika Novita LM)
Sumber: HIDUP, 9 Maret 2008

No comments: