LEWOLEBA, PK---Temuan pengeluaran dana senilai Rp 12.317.045.760,90 per 31 Desember 2006 yang sulit ditelusuri dan diyakini kebenarannya tanpa ada perforasi cek dan slip kuat mengindikasikan penyelewengan dan tidak tertib administrasi pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Lembata. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT merupakan keputusan final.
"Hasil ini sudah final. BPK telah menyatakan pendapat, cek atau slip pengeluaran dana Rp 12,3 miliar itu sulit ditelusuri dan diyakini kebenarannya. Rekomendasi DPRD Lembata memberi waktu tujuh hari kepada pemerintah menyajikan bukti cek atau slip justru membuka ruang dilakukan manipulasi," kata Ketua Florata Coruption Watch, Pieter Bala Wukak, S.H, dan Manajer Koperasi Kredit (Kopdit) Ankara, Drs. Yoseph Pati Lajar. Mereka dihubungi Pos Kupang, Kamis (13/12/2007), menanggapi pengeluaran uang dari rekening kas daerah Lembata senilai Rp 12.317.045.760,90 untuk merealisasikan belanja (Pos Kupang 12/12/2007).
Yoseph Pati Lajar mengaku heran dan tak mengerti pengeluaran dana Rp 12,3 miliar tak ada bukti cek atau slip pengeluarannya. Sekecil apa pun uang milik publik yang dikeluarkan, kata Yosep, harus dipertanggungjawakan secara administratif dan hukum. Kenyataan ini bukan hanya pelanggaran administrasi semata-mata, tetapi bisa mengarah kepada penyalahgunaan keuangan.
"Tidak masuk akal, uang yang keluar sekian miliar rupiah dicari bukti pengeluarannya tak ada. Kalau ditelusuri ke bank mana uang tersebut dikeluarkan dan kapan dikeluarkan juga tidak sulit. Mereka yang mengeluarkan uang adalah mereka yang memiliki otoritas menandatangani slip atau cek. Kalau sampai bukti sobekan cek atau slip itu tidak ada, jadi tanda tanya. Apakah sengaja dibuat supaya tidak ada atau dihilangkan supaya jejak tak terlacak," kata Yoseph di Kantor Kopdit Ankara.
Kejadian ini, katanya, memperlihatkan buruknya pengelolaan keuangan daerah. "Kecuali beli kue di pasar kita sulit mendapatkan bukti. Tapi dana sebesar Rp 12,3 milar milik seluruh rakyat Lembata dikeluarkan dengan cek dan slip yang sulit diyakni kebenarannya, harus menjadi tanda tanya besar bagi seluruh rakyat Lembata. Apa yang bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Lembata?" tanya Yoseph.
Fakta ini, tambahnya, juga mengindikasikan kelemahan sumber daya manusia pengelola keuangan di daerah. Karena itu ia minta penyidik tergerak hatinya menelusuri temuan BPK ini.
Sementara Pieter Bala Wukak mendesak penyidik kejaksaan atau Polres Lembata mengambil tindakan dengan mulai mengumpulkan keterangan menindaklanjuti temuan BPK itu.
Sementara Pieter Bala Wukak mendesak penyidik kejaksaan atau Polres Lembata mengambil tindakan dengan mulai mengumpulkan keterangan menindaklanjuti temuan BPK itu.
Rekomendasi tujuh hari diberikan DPRD kepada pemerintah menyerahkan cek dan slip pengeluaran dana ini justru membuka ruang berlangsungnya rekayasa dan manipulasi baru. Setelah menyerahkan kasus ini kepada penyidik, memudahkan fungsi pengawasan DPRD. "DPRD ikuti saja ke mana arah penyelidikan oleh jaksa atau polisi. Saya khawatir, kesempatan tujuh hari dimanfaatkan melakukan rekayasa dan manipulasi. Masa uangnya sudah sekian lama keluar, tak ada bukti pengeluaran?" tanya Pieter.
Pieter menambahkan, temuan BPK sudah final. Bahkan, waktu tujuh hari yang diberikan kepada pemerintah, tetap tidak akan mampu menunjukkan bukti. Karena itu ketika BPK diminta melakukan audit investigatif, hasilnya tetap sama. Cek atau slip tersebut sulit ditelusuri kebenarannya. Semestinya, kalau slip itu ada, telah lama ditunjukkan kepada auditor BPK.
Menurutnya, setiap kali BPK melakukan audit keuangan, temuannya mengarah kepada penyelewengan keuangan. Tetapi tak satu pun temuan tersebut ditindaklanjuti penyidik. "Orang akhirnya berasumsi, pengelola keuangan lakukan manipulasi administrasi atau mungkin menyelewengkan uang, bukan korupsi," tandas Pieter. (ius)
Sumber: Pos Kupang edisi 17 Desember 2007
No comments:
Post a Comment