KENDARI, KOMPAS–Penambangan nikel di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, diprotes warga Desa Dongkala. Mereka selain khawatir penambangan tersebut mengancam keberadaan mata air –sumber air minum bagi 1.115 penduduk– juga karena dana community development yang dijanjikan PT Billy Indonesia terlalu kecil, yakni Rp 1.000 per ton nikel yang dikapalkan.
Nilai dana community development itu berbeda jauh dari yang diberikan PT Aneka Tambang Tbk, badan usaha milik negara yang beroperasi di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni Rp 18.000 per ton nikel yang dikapalkan.
Sejumlah warga Desa Dongkala dan sekitarnya, di Kecamatan Kabaena Timur, kepada Kompas, Minggu (23/3), mengatakan, beberapa bulan terakhir ini mereka sudah mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Amsir (32), anggota DPRD Bombana (Sultra), membenarkan fakta tersebut. ”Kekeringan atau menurunnya debit air secara drastis terjadi akibat penggalian nikel di daerah hulu,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, akhir pekan lalu, Gubernur Sultra Nur Alam bersama Kepala Kepolisian Daerah Sultra Brigjen (Pol) Joko Satriyo meninjau penambangan tersebut. ”Saya mendapat laporan, terjadi kekeringan mata air akibat kegiatan penambangan ini. Potensi nikel di Kabaena memang harus kita olah tetapi tidak boleh mendatangkan masalah bagi rakyat. Sebaliknya, harus memberi kesejahteraan kepada warga,” katanya dalam tatap muka dengan warga.
Menurut Manajer Produksi PT Billy Indonesia Slamet Mudjiono, PT Billy Indonesia menambang nikel di Dongkala sejak Desember 2007. Bijih nikel itu diekspor langsung ke China. (YAS)
Nilai dana community development itu berbeda jauh dari yang diberikan PT Aneka Tambang Tbk, badan usaha milik negara yang beroperasi di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni Rp 18.000 per ton nikel yang dikapalkan.
Sejumlah warga Desa Dongkala dan sekitarnya, di Kecamatan Kabaena Timur, kepada Kompas, Minggu (23/3), mengatakan, beberapa bulan terakhir ini mereka sudah mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Amsir (32), anggota DPRD Bombana (Sultra), membenarkan fakta tersebut. ”Kekeringan atau menurunnya debit air secara drastis terjadi akibat penggalian nikel di daerah hulu,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, akhir pekan lalu, Gubernur Sultra Nur Alam bersama Kepala Kepolisian Daerah Sultra Brigjen (Pol) Joko Satriyo meninjau penambangan tersebut. ”Saya mendapat laporan, terjadi kekeringan mata air akibat kegiatan penambangan ini. Potensi nikel di Kabaena memang harus kita olah tetapi tidak boleh mendatangkan masalah bagi rakyat. Sebaliknya, harus memberi kesejahteraan kepada warga,” katanya dalam tatap muka dengan warga.
Menurut Manajer Produksi PT Billy Indonesia Slamet Mudjiono, PT Billy Indonesia menambang nikel di Dongkala sejak Desember 2007. Bijih nikel itu diekspor langsung ke China. (YAS)
Sumber: KOMPAS, 24 Maret 2008
No comments:
Post a Comment