Laporan Peren Lamanepa
Larantuka, NTT Online - Tim peneliti dari Lembata Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang merekomendasikan bagi dilakukan penelitian tanah dan pengujian laboratorium dengan pemboran contoh inti 5 lubang dengan kedalaman masing-masing 20 meter, pengambilan contoh setiap interval kedalaman 2 meter serta pengujian laboratorium sifat fisik dan mekanis tanah, terkait bencana tanah longsor yang melanda Desa Kolilanang Kecamatan Adonara Kabupaten Flores Timur – NTT pada 23 Februari 2008 lalu.
Demikian laporan yang dibuat tim peneliti yang terdiri dari Ir. Setyo Adiwidjono (ahli geologi) dan Ir, Eding Iskak Imananto MT (ahli geoteknik) pada 11 April 2008, usai meninjau secara langsung lokasi bencana.
Demikian laporan yang dibuat tim peneliti yang terdiri dari Ir. Setyo Adiwidjono (ahli geologi) dan Ir, Eding Iskak Imananto MT (ahli geoteknik) pada 11 April 2008, usai meninjau secara langsung lokasi bencana.
Tim itu juga menyarankan adanya rancang bangun (design) pengatasan longsoran terutama berkaitan dengan tata drainase lahan di puncak, badan dan kaki longsoran. Penghitungan analisa stabilitas lereng asli dan rencana untuk dasar kawasan bebas / tanah kosong, dan gambar-gambar tipikal perbaikan dan system drainase kawasan serta kanalisasi ke sungai pematus utama.
Usulan lain terkait rencana penanggulangan ke depan adalah perlu dilakukan perencanaan yang matang mengenai pemetaan topografi 1 : 200 dengan plane table mapping di daerah longsoran dan sekitarnya sekitar 10 ha.
Usulan lain terkait rencana penanggulangan ke depan adalah perlu dilakukan perencanaan yang matang mengenai pemetaan topografi 1 : 200 dengan plane table mapping di daerah longsoran dan sekitarnya sekitar 10 ha.
Tim itu juga mencatat, luasan longsoran saat ini sudah mencapai sekitar 3 ha dengan panjang retakan sekitar 1 km, lebar 2,5 m dengan kedalaman antara 3 – 4 m serta menimbulkan 4 buah rumah, 1 buah fondasi rumah dan makam menjadi korban. Lahan yang longsor berupa kebun warga yang ditanami kelapa, coklat dan pepohonan karang kitri lainnya. Terdapat pula prasarana jalan desa berupa pengerasan dan beton sepanjang 150 meter.
Hasil pengamatan tanggal 9 April 2008, stratigrafi daerah longsoran Kolilanang terdiri dari lapisan atas (overburden) berupa tanah pasir dan lempungan berbatu apung dominant. Ketebalan lapisan atas ini berkisar antara 3 – 5 m. Kondisinya tidak terkonsolidasi baik, kerikil/lapili batu apung, ringan dan porous.
Lapisan sela (interburden) terdiri dari lempung putih montmorilonit, bentonitan, dengan ketebalan 1 meter, serta talus bongkah andesit, basalt dan dasit dengan ketebalan mencapai 2 m. Lapisan ini bersifat setempat membentuk alur bawah tanah bermata air. Dan lapisan terdalam berupa lava andesit breksi volkanik. Lapisan ini bersifat batu dasar yang kokoh dan kedap air serta tersemen baik dan keras di bagian dalam.
Tim juga mengevaluasi penyebab terjadinya longsoran pada areal seluas sekitar 3 ha itu, dimana disebutkan bahwa pergeseran tanah bergerak kea rah barat laut, hamper sejajar dengan aliran sungai kering di Koli Petung. Gejala minor / sekunder berupa rekahan melintang atas longsoran utama berupa nendatan (tersendat-sendat) sebanyak 10 rekahan.
Tim juga mengevaluasi penyebab terjadinya longsoran pada areal seluas sekitar 3 ha itu, dimana disebutkan bahwa pergeseran tanah bergerak kea rah barat laut, hamper sejajar dengan aliran sungai kering di Koli Petung. Gejala minor / sekunder berupa rekahan melintang atas longsoran utama berupa nendatan (tersendat-sendat) sebanyak 10 rekahan.
Fenomena longsoran Kolilanang adalah geseran tanah (sliding) yang berputar (rotational) atau dikenal sebagai nenderan (slumping). Proses geseran menurut laporan itu tergolong gerakan cepat (rapid) tanpa ditandai gejala rayapan (creep) seperti keretakan fondasi rumah, pohon-pohon miring.
Laporan itu juga menyebutkan, penyebab longsoran itu adalah alami yang terjadi pada lapisan bagian permukaan, sehingga menambah berat massa tanah pada musiom hujan. Selain itu, lapisan gelincir dari lempung putih bentonitan yang licin akibat pelumasan oleh aliran air tanah.
Penyebab lainnya, drainase lingkungan yang jelek dari bagin hulu menyebabkan aliran bawah tanah pada massa tanah apung dan lempung licin., serta tata tanam yang heterogen antara kelapa dan kakao yang lebat pada lahan berkemiringan lereng asli yaitu 25 derajat. Beban berat rumah baru serta makam yang meluas, diperberat oleh konstruksi beton yang berat dan kaku.
Wakil Bupati Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin menjawab NTT Online terkait laporan tim LP2M ITN Malang itu mengatakan, pemerintah akan menindaklanjuti laporan itu. “Saya sendiri belum membaca secara menyeluruh rincian dari isi laporan itu, tapi kalau perlu penelitian lebih lanjut, maka pemerintah akan sikapi.”
Wabup juga mengatakan, pemerintah juga telah menyalurkan bantuan berupa bahan makanan kepada warga yang berada di daerah longsoran.
Sebelumnya, Bupati Flores Timur Simon Hayon seperti yang pernah diberitakan sebuah Koran lokal menyatakan kasus di Kolilanang itu bukan merupakan bencana alam. Pernyataan Bupati Simon itu sempat menimbulkan berbagai tanggapan beragam di masyarakat, yang menilai bupati mengabaikan kondisi yang dialami warganya sendiri.
No comments:
Post a Comment