Jakarta - Berbagai dimensi pembangunan masyarakat NTT dibahas dalam diskusi bertema “Otonomi Daerah dalam Krisis: Pro-Kontra Tambang Lembata Nusa Tenggara Timur”, Senin (30/7). Acara yang diselenggarakan oleh Parrhesia Institute, dan Jakarta Integrated Community Development melahirkan enam rekomendasi.pembangunan terpadu.
Enam dimensi itu, yakni ekonomi, politik, sosial, budaya, spiritual, dan lingkungan hidup. intinya bahwa pembangunan harus memperhatikan aspek keutuhan lingkungan hidup dan kesejahteraan personal masyarakat setempat. Demikian juga di LembataKebijakan harus dirumuskan berdasarkan konsensus dengan masyarakat lokal. Penghargaan atas Hak Teritorial, yakni hak masyarakat atas tanah tempat tinggal merk CSR (Corporate Social Responsiblity) harus memadai Kompensasi/Ganti Rugi yang proporsional
Direktur Parrhesia Institute Boni Hargens yang menjadi pembicara utama mengatakan, kesalahan kebijakan eksplorasi tambang di Lembata antara lain lemahnya sosialisasi dan komunikasi dengan masyarakat, kebijakan top-down, bertentangan dengan semangat otonomi daerah pada tahap eksplorasi, perusahaan dari pengusaha Jusuf Merukh diduga sudah melakukan eksploitasi sepihak.
Tawaran solusi adalah Perda Tambang dirumuskan dengan melibatkan masyarakat, LSM, melakukan komunikasi dua arah dengan masyarakat, sosialisasi kebijakan dan membuat studi ilmiah sebelum dilakukan eksplorasi dan eksploitasi. (sur)
Sumber: SINAR HARAPAN, Selasa, 31 Juli 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment