Jakarta – Pihak Konggregasi Saudara Dina (OFM) Indonesia berada di pihak masyarakat Lembata yang menolak rencana pertambangan di wilayah itu. Pernyataan dukungan itu diberikan OFM Indonesia setelah melalui lembaganya, Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) meneliti rencana pertambangan di Lebatukan dan Kedang, termasuk beberapa calon lokasi prospektif di Atadei, Wulandono, dan Nagawutun oleh PT Merukh Lembata Copper, salah satu kelompok usaha pertambangan di bawah bendera Merukh Enterprises milik pengusaha Dr Yusuf Merukh.
Setelah melalui JPIC meneliti (rencana tambang-red), diputuskan untuk berada bersama masyarakat yang menolak tambang. Ini beralasan karena di sana ditemukan suatu pilihan yang oleh Fransiskus Asisi menyatakan bahwa saudara dina (OFM) mesti berada bersama masyarakat lemah dan tertindas yang sedang membela hak-haknya.
”Jadi kami harus berada bersama masyarakat yang sedang dalam kecemasan dan ketakutan tatkala hak-hak hidupnya dilanggar. Pilihan kami sebagai saudara dina mendorong kami untuk tetap bersama mereka,” kata Provinsial OFM Indonesia Pastor Paskalis Bruno Syukur, OFM di Jakarta belum lama ini.
Sementara itu, anggota Dewan Jenderal OFM Indonesia Pastor Gabriel Maing, OFM mengemukakan, untuk merealisasikan komitmen tersebut maka sejumlah imam OFM akan bertemu masyarakat Leragere dan Kedang sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap penolakan masyarakat atas rencana tambang. Pertemuan itu direncanakan berlangsung dari tanggal 27 Oktober-2 November di Lembata.
Selain masyarakat di dua calon lokasi tambang, baik di Lebatukan dan Kedang, OFM Indonesia juga akan bertemu Uskup Larantuka Mgr Fransiskus Kopong Kung, Pr, Bupati Lembata Drs Andreas Duli Manuk, dan Ketua DPRD Drs Piter Boliona Keraf.
”Selama seminggu di Lembata kami sudah sepakat bersama untuk bertemu bupati dan jajarannya, DPRD, dan Bapak Uskup Larantuka. Kami juga akan bertatap muka dengan masyarakat Lebatukan di Leragere dan juga masyarakat Kedang untuk menunjukkan bahwa kami mendukung mereka. Bahwa masyarakat tidak sendirian dalam gerakan penolakan itu,” kata Pastor Gabriel Maing OFM.
Pastor Maing menambahkan, sekalipun Uskup dan Bupati Manuk bersebelahan, itu tidak apa-apa. Yang penting, para imam OFM hadir karena ingin menunjukkan bahwa mereka berpihak kepada masyarakat yang tak berdaya sebagaimana teladan Santu Fransiskus Asisi.
Seorang imam Fransiskan lainnya, Pastor Mikael Peruhe OFM menambahkan banyak hal yang manipulatif terkait rencana pertambangan di Lembata. Misalnya, soal penandatanganan nota kesepahaman dengan pihak calon investor yang manipulatif. Juga rencana pertambangan yang tidak masyarakat di calon lokasi serta studi banding yang manipulatif di PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Sulawesi Utara.
”Setelah kami dan beberapa rekan ditugaskan Koalisi Jakarta Untuk Tambang di Lembata melakukan peninjauan di Pante Buyat dan bekas kegiatan PT NMR, ternyata informasi yang kami peroleh menyebutkan bahwa tidak ada Tim Studi Banding pejabat, DPRD, dan masyarakat Lembata di sana. Bahkan pihak Pemkab Minahasa Tenggara yang kami temui di Kota Ratahan mengatakan tidak ada kunjungan tim dari Lembata di sana,” kata Pastor Mikael Peruhe.
Menurut Pastor Mikael, pihak pimpinan Provinsial OFM Indonesia berpesan agar apapun hasilnya tidak Fransiskan tidak boleh meninggalkan persoalan Lembata. Karena itu, untuk mempertegas komitmen dukungan kepada masyarakat maka pihak JPIC OFM membuat film dokumenter sehingga kasus itu tidak dibaca sebagai gerakan imam tertentu sebagaimana dituduhkan kepada Pastor Vande Raring selama ini. (Ansel Deri)
Sumber: Harian FLORES POS Ende, edisi 31 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment