Sunday, November 4, 2007

Menerapkan visi kerakyatan

PRO-KONTRA mengenai rencana tambang di Lembata menyisakan satu hal yang tak terbantahkan sebagai tesis utama, yakni bahwa orientasi pembangunan di Lembata, termasuk usaha pertambangan adalah kesejahteraan rakyat Lembata. Pro-kontra lebih bersifat argumentatif untuk mendukung tesis itu dengan sasaran menolak atau mendukung rencana tambang yang ada.

Tanpa berpretensi menolak atau menerima rencana tambang di Lembata, perlu ditegaskan di sini bahwa pembangunan yang bertujuan mensejahterakan rakyat tidak bisa tidak, harus mengikutsertakan rakyat dalam seluruh prosesnya. Artinya rakyat berperan serta dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi berbagai kegiatan pembangunan. Untuk itu, rakyat membutuhkan informasi yang memadai mengenai hak, kewajiban dan cara-cara berperan serta dalam pembangunan. Sayangnya, inilah proses yang terlupakan dalam rencana tambang di Lembata. Tulisan ini mau menjelaskan betapa pentingnya informasi bagi masyarakat dalam proses pembangunan.

Hak dan kewajiban masyarakat atas informasi mengenai penambangan sebagai upaya pengelolaan lingkungan serta kewajiban pemerintah dan atau pemegang kuasa mengelola lingkungan untuk memberikan informasi, diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).

Pasal 5 ayat 2 UUPLH menyatakan bahwa setiap orangmempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan Pasal 6 ayat 2 UUPLH menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Kedua ketentuan tersebut berkaitan satu sama lain. Di satu pihak UUPLH mengatur hak masyarakat untuk mendapatkan informasi lingkungan dan di pihak lain mewajibkan pemerintah dan/atau pengusaha/pengelola lingkungan untuk memberikan informasi.

Pertama, hak atas informasi lingkungan hidup merupakan konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan keterbukaan. Hak ini penting untuk meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping untuk membuka peluang bagi masyarakat untuk mengusahakan terpenuhinya hak akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Informasi lingkungan yang perlu diketahui masyarakat adalah berupa data, keterangan atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat. Misalnya dokumen mengenai analisis dampak lingkungan, baik pemantauan penataan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang.

Kedua, pemberian informasi lingkungan kepada masyarakat adalah prasyarat yang paling penting untuk peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup. Di banyak negara ketentuan mengenai enviromental impact assesment (EIA), analisis dampak lingkungan, mengandung peraturan tentang penyediaaninformasi bagi masyarakat. Penyediaan informasi dilakukan dengan cara mengumumkan hasil EIA perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan hidup dalam penerbitan-pnerbitan resmi dan atau melalui media massa, baik tingkat lokal, regional maupun nasional termasuk dalam lembaran berita negara, mengirimkannya kepada organisasi dan perorangan yang meminta kesempatan untuk mengajukan pendapat.

EIA yang disediakan harus dapat menjawabi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah pemberian informasi, antara lain: a) informasi harus pasti, artinya EIA memuat uraian proyek, permohonan-permohonan isin, laporan-laporan, hasil-hasil studi serta pendapat-pendapat dan saran-saran; b) tepat waktu, artinya informasi itu perlu diberikan sedini dan seteliti mungkin, yakni bahwa informasi harus diberikan pada saat sebelum diambil sesuatu keputusan yang mengikat serta masih ada kesempatan untuk mengusulkan alternatif-alternatif. Pemberian informasi tidak bermaksud membenarkan sebuah keputusan yang telah diambil; c) informasi yang lengkap, maksudnya memuat secara rinci semua hal yang berkaitan dengan rencana pengelolaan lingkungan, termasuk alternatif-alternatif lainnya; d) informasi yang disajikan harus dapat dipahami oleh masyarakat. Karena itu informasi yang disajikan hendaknya menggunakan bentuk dan bahasa yang dapat dipahami dengan lebih memperhatikan isi informasi daripada bentuk atau kententuan formalnya; dan e) informasi lintas batas, pemberian informasi ini sangat penting apabila dampak lingkungan suatu kegiatan tertentu di daerah-daerah perbatasan masyarakat yang hidup di negara yang berbatasan. Pemberian informasi lintas batas itu dapat diberikanmelalui pernjanjian antarnegara mengenai perlindungan lingkungan.

Pemberian informasi kepada masyarakat mengenai rencana dan dampak pengelolaan lingkungan sangatlah penting dan tidak dapat diabaikan. Sebab informasi-informasi akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka memberi informasi kepada pemerintah mengenai masalah-masalah dan konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan yang direncanakan oleh pemerintah melalui izin pengelolaan lingkungan, sehingga pemerintah dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang akan terkena tindakan tersebut dan perlu diperhatikan. Pemberian informasi juga penting untuk meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima sebuah keputusan. Masyarakat yang akan terkena dampak dari suatu tindakan tidak dapat dipadang sebagai lawan yang menentang keputusan pemerintah, melainkan pemeran dalam proses pengambilan keputusan sehingga harus diberi informasi dan didengarkan informasi dalam rangka mengurangi pertentangan dan memperbesar kesediaan masyarakat untuk menerima sebuah keputusan.

Di samping itu, pemberian informasi kepada masyarakat dalam rangka pengambilan keputusan akan membantu perlindungan hukum, tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga pemerintah dan pihak yang diberi kuasa mengelola lingkungan. Sebab keputusan akhir yang mempertimbangkan keberatan-keberatan yang diajukan masyarakat selama proses pengambilan keputusan, dalam banyak hal tidak akan ada kebutuhan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Akhirnya, pemberian informasi kepada masyarakat berguna mendemokratisasikan pengambilan keputusan. Barangkali ada yang berpendapatbahwa negara kita menganut demokrasi perwakilan sehingga kuasa mengambil keputusan dilaksanakan oleh perwakilan rakyat. Terhadap hal itu, perlu diketahui bersama bahwa demokrasi perwakilan tidak menghilangkan demokrasi langsung dan bahwa masyarakat atau kelompok masyarakat memang tidak mengambil keputusan tetapi harus berperan serta dalam proses pengambilan keputusan. Peran serta masyarakat bermanfaat membantu negara dan lembaga-lembaga lebih mudah dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara yang lebih dapat diterima dan berhasil guna.

Dalam kasus Lembata, kendala yang dihadapi ialah tidak adanya informasi rencana pertambangan yang memadai buat masyarakat. Sejauh ini tidak ada penjelasan resmi pihak PT Merukh Enterprise mengenai rencana pertambangan, EIA-nya di Lembata. Yang terjadi justru perang informasi antara masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten Lembata, yang entah karena apa berjuang keras mewujudkan rencana PT Merukh Enterprise untuk melakukan penambangan di Lembata. Sementara PT Merukh menonton perang tersebut di layar publik. Padahal PT Merukh adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memberikan informasi mengenai rencana tambang Lembata.

Dalam perang informasi argumentasi-argumentasi berseliweran di sana sini yang membuat persoalan tambang di Lembata menjadi semakin kompleks. Masyarakat yang akan terkena langsung dampak tindakan menambang, dengan dukungan berbagai pihak secara tegas menolak rencana tambang karena mereka sadar bahwa lingkungan mereka akan rusak, kesehatan mereka mungkin akan terganggu, dan mereka sendiri bisa saja terpaksa pindah dari tempat tinggal mereka, yang berdampakpada berubahnya kehidupan sosial budaya. Di pihak lain belum ditemukan argumentasi yang akurat dari Pemkab Lembata, selain daripada alasan administratif-politis bahwa pertambangan di Lembata merupakan sebuah program strategis untuk mempercepat pembangunan di Lembata dalam rangka kesejahteraan rakyat. Pemerintah tampak sangat defensif dalam mempertahankan argumentasi ini, sehingga memberi kesan bahwa pemkab tidak peduli, bahkan diskriminatif dengan masukan dari elemen-elemen masyarakat. Kesan itu menjadi kenyataan ketika pemkab dan DPRD menolak untuk bertemu dengan kelompok masyarakat yang datang dengan sikap menolak rencana tambang di wilayahnya dan menerima kelompok yang datang menyatakan dukungan kepada rencana tambang, walaupun menurut sejumlah pihak, dukungan itu hanyalah sandiwara karena bukan mewakili rakyat yang wilayahnya menjadi sasaran tambang.

Akibatnya, program strategis itu terkesan hanya kamuflase yang menyembunyikan perilaku oportunis Pemkab Lembata. Karena itu penandatanganan kontrak dengan PT Merukh adalah politik pasca pilkada, yang menurut hemat saya, melegitimasi perilaku oportunis dan jauh panggang dari api dengan orientasi kesejahteraan masyarakat Lembata yang mau diprioritaskan.

Sikap defensif Pemkab Lembata justru meningkatkan kecurigaan masyarakat bahwa Pemkab Lembata bekerja untuk PT Merukh, bukan untuk masyarakat. Pemkab Lembata yang memiliki kewenangan pengelolaan lingkungan seharusnya mendesak PT Merukh untuk memberikan informasi, penjelasan mengenai rencananya untuk melakukan penambangan di Lembata, termasuk hasil analisisnya mengenai dampak penambangan yang dilakukan terhadap lingkungan, terhadapmasyarakat dan budayanya. Mengapa Pemkab yang harus melakukan sosialisasi dengan biaya dari APBD Lembata? Entahkah ini berhubungan dengan dana pilkada 2006 dan mobil dari PT Merukh yang diterima pemkab Lembata?

Hemat saya, apa pun jawaban yang diberikan Pemkab Lembata, yang terpenting sekarang adalah pemkab mesti meninggalkan sikap defensifnya dan membuka diri terhadap berbagai masukan yang diberikan selama ini. Dalam konteks otonomi daerah, membuka diri berarti menerapkan visi kerakyatan yang selama ini hanya menjadi jargon politik. Artinya rakyat diberi kesempatan yang luas untuk turut serta secara aktif mengatur kehidupan mereka. Dalam kasus tambang Lembata, rakyat turut serta dalam proses pengambilan keputusan penting menyangkut kehidupan mereka.

Pengelolaan lingkungan hidup memang tetap merupakan wewenang pemerintah, namun penerapan visi kerakyatan menghendaki agar supaya wewenang itu dibatasi seminimum mungkin dalam rangka demokratisasi pengambilan keputusan. Pemerintah (Pemkab Lembata) hendaknya mendengarkan sungguh-sungguh suara rakyat Lembata mengenai rencana tambang tersebut, bukan hanya pro-forma. Sebab itu adalah kesalahan fatal tindakan menandatangani rekomendasi bagi PT Merukh untuk menambang di Lembata oleh Bupati Lembata dan Ketua DPRD pada 28 Agustus 2006. Tindakan itu mengabaikan rakyat Lembata dan atau wakilnya di DPRD. Apakah proyek sebesar itu hanya perlu tindakan atas nama?

Penerapan visi kerakyatan menghendaki Pemkab Lembata untuk berkonsultasi dengan rakyatnya sedini mungkin sebelum pengambilan keputusan, dalam hal ini mereka yang akan terkena dampak langsung tindakan menambang. Untuk apameminta pendapat rakyat jika keputusan sudah diambil? Penerapan visi kerakyatan juga menghendaki Pemkab Lembata untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk bersama-sama mengatur dan mengelola kekayaan alam Lembata. Rakyat diberi kesempatan untuk menginterpretasi peraturan perundang-undangan yang menguntungkan rakyat banyak serta menyertakan pengetahuan lokal rakyat dalam mengatur dan mengelola kekayaan alam secara berkelanjutan.

Sudah waktunya bagi Pemkab Lembata untuk berhenti membela diri dan duduk bersama rakyat, terutama masyarakat Kedang dan Lebatukan, meretas jalan bersama membangun Lembata tanpa mengabaikan seorang pun. Sebab Pembangunan adalah tanggung jawab bersama. Rakyat tidak boleh diabaikan.

Simon Tukan, alumnus Program Magister Hukum Kenegaraan UGM, Ketua
Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, Provinsi SVD Ruteng

Sumber: POS KUPANG, 5 Juli 2007

No comments: