Jakarta-PT Merukh Lembata Copper memperkirakan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Lembata di Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa meningkat 13 persen per tahun jika usaha tambang emas dan tembaga di wilayah itu dapat dioperasikan tahun depan.
Nilai investasi PT Merukh Lembata Copper diperkirakan akan mencapai sekitar Rp100 triliun.
Pemimpin perusahaan Grup Merukh Enterprises, Jusuf Merukh mengatakan hal tersebut didasarkan pada pertumbuhan yang dialami Sumbawa setelah beroperasinya PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
“Perkirakan ini didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang dialami masyarakat Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah beroperasinya PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di wilayah itu dengan tingkat pendapatan per kapita masyarakat mencapai US$ 1.000 per tahun,” ujarnya usai bertemu dengan perwakilan anggota DPRD Lembata, Senin (13/8).
Merukh mencontohkan lima tahun setelah beroperasinya PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Sumbawa, tingkat pendapatan domestik regional bruto naik menjadi 13 persen per tahun dari sebelumnya yang hanya mencapai 1,9 persen per tahun, sedang pendapatan per kapita masyarakat menjadi US$ 500 dari sebelumnya hanya US$ 50 per tahun.
“Sebelumnya masuknya PT NNT di Sumbawa, masyarakat di wilayah itu hanya mengandalkan hidupnya dari usaha penyulingan madu lebah dan beternak kuda,” ujar Merukh yang juga memiliki saham sebesar 20 persen di PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
Diterima
Masyarakat dan anggota DPRD Lembata di Nusa Tenggara Timur (NTT), menyataka bisa menerima usaha investasi tambang emas dan tembaga yang dilakukan Grup Merukh Enterprises Jakarta melalui anak perusahaannya, PT Merukh Lembata Copper.
Sikap tersebut diambil setelah berdialog dengan pimpinan Grup Merukh Enterprises dan studi banding yang dilakukan DPRD Lembata di PT Newmont Minahasa Raya di Sulawesi Utara dan PT Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
“Apa yang kami lihat di lapangan, ternyata tidak sesuai dengan apa yang digembar-gemborkan LSM tentang bahaya yang diakibatkan dari usaha tersebut. Ternyata, masyarakat yang bermukim di lingkar wilayah pertambangan, hidup sehat walafiat dengan tingkat kesejahteraan di atas rata-rata,” kata Marsudi Yamin, anggota DPRD Lembata dari FPG dalam dialog tersebut.
”Masyarakat kami di Lembata, ternyata dibohongi oleh LSM yang pro lingkungan hidup. Oleh karena itu, apa yang telah kita lihat di lapangan, kita sampaikan secara jujur kepada masyarakat di Lembata tentang manfaat dari usaha tambang tersebut,” tambah Ketua DPRD Lembata Pieter Boliona Keraf.
Kekhawatiran masyarakat Lembata akan usaha tambang emas tersebut menyusul kasus Lapindo dan Buyat di Sulawesi Utara pada 2004 yang dilukiskan media internasional telah merusak lingkungan di perairan sekitar Teluk Buyat yang mengakibatkan masyarakat terkena ”minamata” atau penyakit gatal-gatal dan benjolan di kulit.
Sumber: SINAR HARAPAN, 14 Agustus 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment