Jakarta -Tim Terpadu yang meneliti perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara (Sulut), menyatakan bahwa perairan Teluk Buyat telah tercemar akibat limbah penambangan yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Ketua Tim Teknis Tim Terpadu, Masnelyarti Hilman, dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis, menyatakan bahwa perairan Teluk Buyat mengandung logam arsenik dan merkuri.
"Perairan telah mengandung arsenik dan merkuri," katanya.
Masnelyarti menjelaskan, dari 23 ekor ikan yang diteliti, 10 ekor di antaranya teracuni arsenik hingga melebihi standar yang ditentukan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM).
Dia juga menjelaskan, terdapat beberapa jenis ikan yang tidak lagi ditemukan di Teluk Buyat. Dia tidak bisa merinci jenis ikan yang musnah tersebut.
"Yang jelas, data AMDAL tidak sama dengan data kami" kata Masnelyarti, yang juga Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan.
Selain itu, penelitian Tim Terpadu pada tahun 2000 juga menegaskan bahwa di Teluk Buyat tidak ada lapisan thermocline, sehingga tidak ada tempat di Teluk Buyat yang bisa dijadikan tempat pembuangan limbah.
Lingkungan di bawah thermocline bisa dijadikan tempat pembuangan limbah, karena di lingkungan tersebut tidak terdapat oksigen, sehingga diasumsikan tidak terdapat makhluk hidup pengonsumsi oksigen (aerob).
Ketiadaan thermocline juga ditegaskan Tim Terpadu dalam laporannya. Laporan tersebut menyatakan di Teluk Buyat tidak terdapat lapisan thermocline, kalaupun ada pasti berada di tempat yang sangat dalam.
Masnelyarti menjelaskan, laporan Tim Terpadu final dan mendapat validasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan sepengetahuan Wakil Presiden pada 24 November 2004.
Meski bersifat final, laporan itu mendapat perlawanan dari beberapa anggota Tim Terpadu yang berasal dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Newmont, dan beberapa ahli dari Universitas Samratulangi.
Beberapa anggota tim itu beralasan perairan Teluk Buyat tidak tercemar berdasarkan laporan Menteri Lingkungan Hidup.
"Tetapi, laporan itu hanya berdasar penelitian air. Padahal, ikan juga makan tailing (limbah)," katanya.
Newmont Minahasa Raya membuang limbah melalui pipa tailing ke dasar Teluk Buyat. Pembuangan limbah seharusnya dilakukan di bawah lapisan thermocline. Padahal, menurut Masnelyarti, tidak ada lapisan itu di Teluk Buyat.
Meski limbah kategori berbahaya (B3) telah dinetralisasi, seperti yang telah dilakukan Newmont, limbah tersebut tetap masuk kategori berbahaya jika dibuang tanpa memperhatikan standar baku.
Menanggapi hal itu, Luhut Pangaribuan selaku kuasa hukum Newmont mengatakan, sebenarnya sudah ada laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menyatakan tidak ada pencemaran di Teluk Buyat. Laporan itu juga dimuat dalam laman KLH pada 14 Oktober 2004.
Menurut Luhut, laporan itu juga menjelaskan seluruh parameter lingkungan di Teluk Buyat tidak melebihi standar baku mutu.
Walhi melalui Tim Advokasi Penegakan Hukum Lingkungan Teluk Buyat mendaftarkan gugatan perdata di PN Jakarta Selatan atas tindakan NMR berdasarkan laporan warga Buyat Pantai tentang pencemaran lingkungan kawasan itu.
Selain NMR (tergugat I), Walhi juga melayangkan gugatan ke Menteri Sumber Daya Mineral (tergugat II) dan Menteri Negara Lingkungan Hidup (turut tergugat).
Gugatan legal standing diajukan berdasar laporan warga Dusun Buyat Pantai tentang kerusakan lingkungan dan keresahan masyarakat pada Agustus 2004.
Tergugat I atau NMR dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, seperti diatur dalam pasal 41 ayat (1) jo pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 UU No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Tergugat II dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam UUD 45 pasal 28 H ayat (1), UU No 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (3) tentang Hak Asasi Manusia (HAM), UU No 11 tahun 1967 pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) tentang Pokok-pokok Pertambangan, dan UU No 23 Tahun 1997 Pasal 6 ayat (1) tentang Lingkungan Hidup.
Turut tergugat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum atas UU no 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
Walhi menuntut tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan terhadap daya dukung lingkungan di perairan Teluk Buyat yang terkena dampak perusakan dan pencemaran.
Selain itu, terguggat I juga dituntut untuk menyampaikan permintaan maaf secara tertulis di sejumlah media cetak, baik nasional maupun internasional, dalam bentuk iklan satu halaman penuh selama 14 hari berturut-turut.
Permintaan maaf juga harus dilakukan melalui sejumlah beberapa media elekttonik melalui iklan layanan masyarakat dengan durasi dua menit setiap tiga kali sehari selama tujuh hari berturut-turut secara serentak.
Sumber: ANTARA, 20 September 2007
"Perairan telah mengandung arsenik dan merkuri," katanya.
Masnelyarti menjelaskan, dari 23 ekor ikan yang diteliti, 10 ekor di antaranya teracuni arsenik hingga melebihi standar yang ditentukan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM).
Dia juga menjelaskan, terdapat beberapa jenis ikan yang tidak lagi ditemukan di Teluk Buyat. Dia tidak bisa merinci jenis ikan yang musnah tersebut.
"Yang jelas, data AMDAL tidak sama dengan data kami" kata Masnelyarti, yang juga Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan.
Selain itu, penelitian Tim Terpadu pada tahun 2000 juga menegaskan bahwa di Teluk Buyat tidak ada lapisan thermocline, sehingga tidak ada tempat di Teluk Buyat yang bisa dijadikan tempat pembuangan limbah.
Lingkungan di bawah thermocline bisa dijadikan tempat pembuangan limbah, karena di lingkungan tersebut tidak terdapat oksigen, sehingga diasumsikan tidak terdapat makhluk hidup pengonsumsi oksigen (aerob).
Ketiadaan thermocline juga ditegaskan Tim Terpadu dalam laporannya. Laporan tersebut menyatakan di Teluk Buyat tidak terdapat lapisan thermocline, kalaupun ada pasti berada di tempat yang sangat dalam.
Masnelyarti menjelaskan, laporan Tim Terpadu final dan mendapat validasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan sepengetahuan Wakil Presiden pada 24 November 2004.
Meski bersifat final, laporan itu mendapat perlawanan dari beberapa anggota Tim Terpadu yang berasal dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Newmont, dan beberapa ahli dari Universitas Samratulangi.
Beberapa anggota tim itu beralasan perairan Teluk Buyat tidak tercemar berdasarkan laporan Menteri Lingkungan Hidup.
"Tetapi, laporan itu hanya berdasar penelitian air. Padahal, ikan juga makan tailing (limbah)," katanya.
Newmont Minahasa Raya membuang limbah melalui pipa tailing ke dasar Teluk Buyat. Pembuangan limbah seharusnya dilakukan di bawah lapisan thermocline. Padahal, menurut Masnelyarti, tidak ada lapisan itu di Teluk Buyat.
Meski limbah kategori berbahaya (B3) telah dinetralisasi, seperti yang telah dilakukan Newmont, limbah tersebut tetap masuk kategori berbahaya jika dibuang tanpa memperhatikan standar baku.
Menanggapi hal itu, Luhut Pangaribuan selaku kuasa hukum Newmont mengatakan, sebenarnya sudah ada laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menyatakan tidak ada pencemaran di Teluk Buyat. Laporan itu juga dimuat dalam laman KLH pada 14 Oktober 2004.
Menurut Luhut, laporan itu juga menjelaskan seluruh parameter lingkungan di Teluk Buyat tidak melebihi standar baku mutu.
Walhi melalui Tim Advokasi Penegakan Hukum Lingkungan Teluk Buyat mendaftarkan gugatan perdata di PN Jakarta Selatan atas tindakan NMR berdasarkan laporan warga Buyat Pantai tentang pencemaran lingkungan kawasan itu.
Selain NMR (tergugat I), Walhi juga melayangkan gugatan ke Menteri Sumber Daya Mineral (tergugat II) dan Menteri Negara Lingkungan Hidup (turut tergugat).
Gugatan legal standing diajukan berdasar laporan warga Dusun Buyat Pantai tentang kerusakan lingkungan dan keresahan masyarakat pada Agustus 2004.
Tergugat I atau NMR dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, seperti diatur dalam pasal 41 ayat (1) jo pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 UU No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Tergugat II dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam UUD 45 pasal 28 H ayat (1), UU No 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (3) tentang Hak Asasi Manusia (HAM), UU No 11 tahun 1967 pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) tentang Pokok-pokok Pertambangan, dan UU No 23 Tahun 1997 Pasal 6 ayat (1) tentang Lingkungan Hidup.
Turut tergugat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum atas UU no 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
Walhi menuntut tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan terhadap daya dukung lingkungan di perairan Teluk Buyat yang terkena dampak perusakan dan pencemaran.
Selain itu, terguggat I juga dituntut untuk menyampaikan permintaan maaf secara tertulis di sejumlah media cetak, baik nasional maupun internasional, dalam bentuk iklan satu halaman penuh selama 14 hari berturut-turut.
Permintaan maaf juga harus dilakukan melalui sejumlah beberapa media elekttonik melalui iklan layanan masyarakat dengan durasi dua menit setiap tiga kali sehari selama tujuh hari berturut-turut secara serentak.
Sumber: ANTARA, 20 September 2007
No comments:
Post a Comment