Friday, October 26, 2007

Mengapa Pemkab Lembata Berkeras?

KOALISI Jakarta-Lembata yang dimotori oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian (JPIC) OFM menolak rencana tambang yang direncanakan oleh Pemkab Lembata. Mereka menyatakan sikap berada bersama rakyat. Pilihan profetis ini dilakukan setelah sebuah investigasi komprehensif yang melibatkan semua komponen yang berkaitan dengan rencana tambang di Lembata. Masyarakat menolak karena rencana itu bertentangan dengan kosmologi masyarakat dan kearifan lokal. Industri pertambangan memutuskan hubungan rakyat dengan tanah, leluhur, dan lingkungan alam. Logikanya, kalau rencana itu berikhtiar mensejahterakan masyarakat, mengapa muncul reaksi penolakan yang radikal?

Aksi penolakan warga merupakan keputusan yang cerdas. Keputusan itu lahir dari rahim akal sehat. Warga tahu resiko dan akibat dari sebuah industri pertambangan. Sejarah pertambangan du dunia mana pun tidak pernah mensejahterahkan warga sekitar. Hanya keserakahan konglomerat dan penguasa yang terlihat nyata. Malah industri pertambangan menghancurkan hidup dan masa depan. Rakyat kehilangan kekuatan untuk hidup. Tersingkir dari areal hak ulayat yang telah menggariskan persatuan turun temurun. Berbagai filsafat dan kearifan lokal hilang. Warga terlempar ke tempat berlainan.

Meski gelombang penolakan mengalir deras, Pemerintah Lembata tak bergeming sedikit pun dari rencananya. Berbagai pernyataan sikap, dialog, dan demonstrasi telah digelar. Opini dan tulisan terkait resiko negatif tambang yang tersebar pada berbagai media massa telah disebarluaskan. Tetapi pemerintah tampaknya memaksakan kehendak dan rencana. Proses perencanaan yang tertutup menimbulkan tanda tanya di benak rakyat. Apakah rencana ini diikhtiarkan untuk mensejahtarahkan rakyat atau memenuhi ambisi politik dan keserakahan bisnis penguasa yang telah membangun relasi dengan konglomerat?

Di balik kekukuhan sikap pemerintah ini kita baca bahwa rencana pertambangan sama sekali tidak dimaksudkan untuk membangun kesejahteraan rakyat. Argumen bahwa masuknya investasi akan meningkatkan PAD tidak masuk akal sehat. Rakyat di kabupaten lain pun sejahtera tanpa investasi tambang.

Kita harapkan agar keserakahan politik-bisnis tidak menumbalkan rakyat. Suara rakyat mesti diberi ruang apreasiasi oleh pemerintah. Mencabut rakyat dari tanahnya membawa resiko pertumpahan darah. Memaksakan kehendak akan menuai kehancuran. Biarkan rakyat hidup terhormat di atas tanahnya sendiri.


Sumber: Mingguan FLORES POS Jakarta edisi 10 – 17 Oktober 2007

No comments: